7 Langkah Kaizen ala Islam: Panduan Perbaikan Diri untuk Pelajar Muhammadiyah
🔀 Read in English 🇬🇧
Selamat Datang di IPM Ranting Dahu
7 Langkah Kaizen ala Islam: Panduan Perbaikan Diri untuk Pelajar Muhammadiyah
Saya nggak tahu kamu lagi baca ini karena iseng, karena disuruh, atau karena lagi ada krisis eksistensial kecil-kecilan tiap malam jam 2. Tapi kalau kamu pernah merasa stuck dalam hidup—dalam belajar, ibadah, organisasi, bahkan soal bangun pagi—well, mungkin ini waktunya kita ngomongin soal *Kaizen*. Tapi tenang, bukan versi Jepang yang kaku, ya. Ini yang versi ngopi sore sambil ngaji, versi kita.
Kaizen itu, kalau ditranslate kasar, artinya perbaikan kecil yang terus menerus. Tapi saya suka mikir: “Emang bisa ya kita pelan-pelan jadi lebih baik, tanpa harus jadi sempurna dulu?” Jawabannya? Bisa. Harusnya bisa. Apalagi kalau kamu kader IPM, yang hidupnya udah akrab sama kata "rapat", "proposal", dan "lupa makan karena ngurus acara" 😅.
1. Mulai dari Bangun Subuh, Bukan Resolusi
Setiap tahun bikin resolusi. Tapi yang paling konsisten biasanya cuma: “Tahun ini harus lebih baik.” Lebih baik gimana? Nggak tahu. Pokoknya lebih baik. Nah, gimana kalau mulai dari sesuatu yang bisa kamu ukur: bangun subuh. Konsisten. Bukan cuma karena ada jadwal piket kultum, tapi karena kamu pengen bangun lebih awal biar bisa nyicil hafalan atau sekadar mikir hidup.
Dan bukan bangun jam 5 terus scroll TikTok sambil ngantuk, ya. Bangun beneran. Cuci muka. Shalat. Duduk bentar. Ngobrol sama diri sendiri. Ngaji sedikit. Nulis jurnal. Atau diam. Kadang diam juga ibadah, lho.
2. Satu Jam Tanpa HP per Hari
Saya pernah coba puasa Instagram 7 hari. Gagal di hari ke-2. Tapi dari situ saya sadar, mungkin saya terlalu ekstrim. Padahal Kaizen ngajarin kita buat mulai dari yang kecil. Jadi saya ganti: satu jam tanpa HP per hari. Simpel. Tapi ternyata susah juga pas awal-awal. Tangan gatel. Kepala mikir, “Eh tadi ada yang DM nggak ya?”
Tapi satu jam itu, anehnya, bikin saya nemu waktu buat nulis. Buat baca. Bahkan buat dengerin suara burung di depan rumah (yang biasanya kalah sama notif WA grup panitia). Dan buat kamu yang aktif di IPM, ini bisa jadi waktu buat mikir strategi program kerja, tapi versi lebih jernih.
3. Ganti ‘Harus Produktif’ jadi ‘Cukup Konsisten’
Saya pernah nulis to-do list panjang banget, sampe 15 item. Akhirnya cuma ngerjain dua, itu pun sambil ngedumel. Jadi mulai tahun ini saya bikin target kecil tapi pasti. Misal: satu halaman buku per hari. Satu ayat plus tafsirnya. Atau ngajak satu teman buat ngobrol serius tentang rencana hidup (nggak harus yang berat, kadang bahas cita-cita punya warung kopi IPM juga menarik).
Jangan kejar produktivitas ala reels motivasi yang semua orang keliatannya semangat 24 jam. Kita bukan robot. Dan kamu, kader IPM, juga manusia biasa yang boleh capek dan harus istirahat. Tapi jangan berhenti. Cukup terus.
4. Catat Apa yang Kamu Syukuri, Walau Cuma Nasi Goreng Gratis
Saya pernah nulis di jurnal, “Hari ini seneng banget karena dapet nasi goreng gratis dari panitia.” Lucu sih kalau dibaca lagi, tapi ternyata itu ngaruh. Karena gratitude itu semacam vitamin buat hati. Buat kamu yang sering ngerasa nggak cukup, nggak berprestasi, atau terlalu biasa-biasa aja—coba deh catat tiga hal kecil yang bikin kamu bersyukur hari itu.
Itu bisa bantu kamu buat terus gerak, tanpa perlu merasa minder karena belum jadi Ketua Umum, belum hafal Juz 30, atau belum bisa bikin desain pamflet yang estetik.
5. Nggak Semua Harus Diselesaikan Hari Ini
Kita hidup di dunia yang suka banget sama hasil cepat. Tapi hidup bukan lomba speedrun. Ada hal-hal yang memang butuh waktu buat selesai, termasuk memperbaiki diri. Termasuk bisa sabar pas rapat molor 2 jam cuma buat nentuin tema acara.
Kaizen ngajarin buat menghargai proses. Kalau hari ini belum bisa disiplin banget, nggak apa-apa. Yang penting kamu sadar dan mau terus nyoba. Kunci utamanya: istiqomah pelan-pelan, bukan ngebut lalu hilang.
6. Punya Ruang Diam
Ruang diam tuh tempat di mana kamu nggak harus jadi siapa-siapa. Nggak harus mikir image, branding, atau performa. Buat saya, ruang itu kadang di masjid habis isya. Kadang di kamar pas mati lampu. Kadang pas naik motor sendirian.
Kalau kamu bisa temukan ruang itu, kamu bisa denger suara batin kamu sendiri. Kadang nggak ada solusi instan, tapi ruang itu cukup buat bikin hati adem. Dan dalam proses perbaikan diri, hati yang adem itu penting.
7. Evaluasi Tanpa Drama
Evaluasi diri nggak harus penuh air mata atau sesi overthinking 3 jam. Kadang cukup tanya, “Hari ini aku nyoba jadi orang yang lebih baik nggak?” Kalau iya, meski cuma sedikit, berarti kamu on track. Kalau nggak, besok dicoba lagi.
Perjalanan ini bukan buat jadi sempurna, tapi buat jadi lebih jujur sama diri sendiri. Dan di tengah organisasi yang sibuk dan penuh target, pelan-pelan punya waktu buat evaluasi itu semacam bentuk kemewahan yang underrated.
Jadi, nggak usah muluk-muluk. Kamu bisa mulai dari bangun lebih awal, baca satu paragraf buku IPM, atau sekadar ngasih senyum ke temen yang biasanya jutek. Karena perbaikan itu nggak selalu lewat program kerja—kadang lewat hal remeh yang kita lakukan tiap hari.
Kalau Gagal, Bukan Berarti Gagal Total
Pernah ngerasa semangat banget buat mulai sesuatu—misal: pengen konsisten tilawah, atau nulis jurnal harian, atau rajin datang tepat waktu ke rapat IPM—terus... seminggu kemudian buyar. Gagal. Nggak lanjut. Lupa. Malu. Pengen ngulang tapi gengsi. Saya juga pernah.
Tapi ya gitu. Kaizen itu bukan tentang "nggak pernah gagal". Tapi tentang nyoba lagi meskipun kamu udah gagal berkali-kali. Kadang lucu sih—kita bisa ngasih second chance ke orang lain, tapi ke diri sendiri? Pelit banget. Padahal kita juga butuh dimaafkan sama diri sendiri.
Perbaikan Diri Itu Bukan Buat Dipamerin
Sekarang ini, apa-apa gampang banget dipamerin. Shalat tahajud bisa jadi story. Nulis buku harian discreenshot dan diupload. Beli buku self-help difoto dengan angle estetik. Saya nggak bilang itu salah. Tapi kadang kita perlu nanya ke diri sendiri: “Aku ngelakuin ini karena emang mau, atau karena mau dilihat?”
Kaizen itu personal. Proses yang sunyi. Proses yang nggak selalu bisa dilihat orang lain, tapi kamu tahu kamu sedang jalanin. Kalau kamu jadi lebih sabar hari ini, meski nggak ada yang notice, itu tetap perbaikan. Kalau kamu bisa ngerem lidah waktu lagi emosi, meskipun nggak dapat pujian, itu tetap pertumbuhan.
Tumbuh Itu Nggak Harus Heboh
Ada orang yang proses tumbuhnya ribut. Bikin pengumuman. Update status. Cerita di mana-mana. Tapi ada juga yang diam-diam. Nggak ngomong. Tapi kamu bisa lihat dari cara dia duduk, cara dia jawab pertanyaan, atau cara dia menatap temannya saat diskusi.
Saya suka yang kedua. Yang nggak heboh, tapi tulus. Yang nggak kelihatan megah, tapi pelan-pelan beneran berubah. Dan menurut saya, banyak kader IPM seperti itu. Mereka nggak banyak ngomong, tapi tiap kali diajak kerja, mereka gerak. Dan itu keren banget.
Rapat, Roti Bakar, dan Renungan
Saya inget banget suatu malam di sekretariat IPM. Rapat udah kelar. Semua udah capek. Tapi masih ada sisa roti bakar dan teh manis. Tiba-tiba salah satu temen nyeletuk, “Eh, kalian ngerasa nggak sih, makin sering rapat malah makin ngerasa kenal sama diri sendiri?” Kami ketawa. Tapi terus mikir.
Karena ternyata, di balik tumpukan notulen, proposal, dan banner, kita juga sedang proses kenal sama siapa diri kita. Apa yang bikin kita semangat. Apa yang bikin kita marah. Apa yang bikin kita ingin lanjut, meski semua capek. Dan itu... ya, bagian dari Kaizen juga.
Kaizen Ala Islam Itu Bukan Cuma Duniawi
Sering kali kalau denger kata “perbaikan diri” atau “Kaizen”, yang kepikiran itu langsung: manajemen waktu, produktivitas, atau target harian. Tapi sebagai pelajar Muhammadiyah, kita diajarin bahwa hidup bukan cuma soal efisiensi. Ada shalat. Ada sedekah. Ada dzikir. Ada hubungan sama Allah yang nggak bisa diukur pakai jam atau checklist.
Jadi, langkah kecil menuju Allah juga bagian dari Kaizen. Bahkan mungkin itu esensinya. Misal: shalat tepat waktu sekali sehari dulu. Hafalin satu ayat. Berdoa dengan kalimat sendiri, yang jujur dan nggak formal. Nggak usah muluk. Tapi tulus.
Kesimpulan yang Bukan Kesimpulan
Saya nggak pengen artikel ini ditutup dengan “Kesimpulannya adalah…” karena hidup kita juga nggak selalu punya kesimpulan. Yang kita punya itu proses. Hari ini mungkin semangat. Besok mungkin drop. Tapi Kaizen ngajarin: asal kamu terus jalan, walaupun pelan, itu tetap jalan.
Jadi, kamu nggak harus jadi paling unggul, paling produktif, paling rajin. Kamu cuma perlu jadi versi kamu yang hari ini sedikit lebih baik dari kemarin. Itu aja. Dan kalau itu terus kamu ulang, lama-lama... kamu nggak sadar udah berubah jauh.
Semangat buat kamu yang sedang dalam proses. Yang kadang nggak kelihatan. Tapi kamu tahu kamu sedang mencoba.
Dan buat para pelajar IPM, semoga perbaikan kecil kita bukan hanya untuk organisasi, tapi juga untuk hati kita sendiri. Karena organisasi itu cuma alat. Tapi kamu, sebagai manusia, adalah tujuan utamanya.
Welcome to IPM Ranting Dahu
7 Steps of Islamic Kaizen: A Personal Growth Guide for Muhammadiyah Students
I don’t know if you’re reading this out of curiosity, boredom, or a late-night existential spiral at 2 AM. But if you’ve ever felt stuck—in studying, prayer, student activities, or just trying to wake up on time—then maybe it’s time we talk about *Kaizen*. But don’t worry, not the rigid Japanese version. This is the kind you can sip tea over after maghrib.
Kaizen, loosely put, means continuous small improvements. But I often wonder: “Can we really improve ourselves little by little without becoming perfectionists?” Turns out… yes. Especially if you’re in IPM, where your daily life might involve meetings, proposals, and skipping lunch to handle events 😅.
1. Start With Waking Up for Fajr, Not a New Year Resolution
Every year, you write goals. And the most consistent one is always: “I want to be better.” Better how? Nobody knows. So how about this instead: wake up for fajr consistently. Not just because you have to give a short sermon that day, but because you genuinely want to catch a quiet moment before the day gets chaotic.
And no, not waking up at 5AM to just scroll TikTok. Wake up for real. Wash your face. Pray. Sit still. Talk to yourself. Read a verse. Write a tiny journal entry. Or just… do nothing. Sometimes, doing nothing is an act of worship too.
2. One Hour Without Your Phone
I once tried to go off Instagram for 7 days. Failed on day 2. So I went easier on myself: one hour a day without my phone. Sounds simple. But at first? It was torture. I kept reaching for it. My brain whispered, “Did someone message me? What if I missed a meme?”
But that one hour changed me. I had time to read. To write. To hear the birds (which are usually drowned out by group chats). For IPM activists, this could be the golden time to actually think—strategically, calmly.
3. Ditch “Be Productive” and Try “Be Consistent” Instead
Once, I wrote a 15-item to-do list. Only did two things, and even then, while whining. So now I aim small but steady: one page of a book per day. One verse with tafsir. A real convo with one friend about dreams (even silly ones like opening a student-run coffee shop).
Don’t chase those ultra-productive people in motivational reels who wake up with fire in their soul every day. You’re not a robot. You’re a student, an activist, a human. You’re allowed to rest. But don’t stop. Just keep going, even if it’s slow.
4. Write Down What You're Grateful For—Even Free Fried Rice
I once wrote in my journal: “Happy because I got free fried rice from an event committee.” It sounds silly, but it helped. Gratitude is like vitamin C for your soul. If you often feel average, invisible, or like you’re not progressing—write down 3 small things you’re thankful for.
It’ll ground you. Even if you’re not the president of anything, or you haven’t memorized a whole Juz yet, or your Canva design sucks—gratitude helps you keep moving.
5. Not Everything Has to Be Finished Today
We live in a world obsessed with quick results. But life isn’t a speedrun. Some things just take time—including self-discipline. Including not getting angry when a meeting drags on for 2 hours just to pick an event theme.
Kaizen reminds us to respect the process. If today wasn’t perfect—it’s okay. As long as you noticed and you're trying again tomorrow, you’re good. Consistency beats perfection—every time.
6. Have a Quiet Space—Even if It’s in the Mosque After Isya
Your quiet space is wherever you don’t have to “perform.” No social masks. No fake smiles. Just you and your thoughts. Mine’s usually the mosque after isya. Sometimes my room during a blackout. Sometimes riding my motorbike alone.
If you find that space, you’ll hear your inner voice. Maybe not a full TED Talk, but enough to feel okay. And in any growth process, a calm heart is underrated gold.
7. Reflect Without the Drama
Self-evaluation doesn’t need tears or three hours of overthinking. Sometimes, just ask: “Did I try to be better today?” If yes—even by 1%—that’s a win. If not, try again tomorrow.
This journey isn’t about becoming perfect. It’s about being honest with yourself. And in the middle of student activities and endless events, that moment of honesty is already a big deal.
Start small: wake up early. Read one paragraph from your IPM book. Smile at that usually-annoying friend. Growth doesn’t always happen in the spotlight—it happens in daily, invisible choices.
If You Fail, That Doesn’t Mean You’re a Failure
Ever gotten hyped about a new habit—like journaling, consistent Quran reading, or punctuality—only to drop it by day four? Yeah, me too. And then you feel ashamed. Too embarrassed to start again. It’s wild how we give others second chances, but deny ourselves the same kindness.
But Kaizen isn’t about never failing. It’s about retrying, again and again, even when you’ve tripped 20 times. Forgive yourself. Be your own supporter. You’ll need it.
Personal Growth Doesn’t Have to Be Instagram-Worthy
Today, everything is shareable. Tahajud becomes a story. Your journal quote gets screenshotted and posted. Buying a book turns into an aesthetic feed post. I’m not judging—just questioning: “Are we doing this because it’s meaningful, or because it looks cool?”
Kaizen is personal. It’s a quiet, inner process. No one may see your improvement, but you know it’s happening. If you’re more patient today—even silently—that counts. If you held your tongue during an argument—win.
Some People Grow Loud. Others Grow Quietly. Both Are Valid.
Some people announce their growth. Post about it. Talk about it. Others grow in silence. You see it in how they sit, how they answer, how they listen. I respect the quiet ones.
They don’t boast, but they show up. They help without being told. They don’t shine bright—but they’re steady. If you’re one of them, you’re golden.
Meetings, Toast, and Midnight Realizations
I remember one night in the IPM office. The meeting ended. Everyone was tired. But there was leftover toast and sweet tea. Suddenly someone said, “Do you guys ever feel like we’re discovering who we are, just by doing this?”
We laughed. Then we went quiet. Because behind all the proposals, notes, and banners—we’re also figuring ourselves out. What excites us. What frustrates us. What makes us stay—despite the stress. That, too, is Kaizen.
Islamic Kaizen Isn’t Just About Habits
When we hear “self-improvement” or “Kaizen,” we think: routines, time management, goal-setting. But for Muhammadiyah students, life isn’t just about efficiency. There’s prayer. Charity. Dhikr. A relationship with God that isn’t checklist-friendly.
So yes, waking up for fajr and memorizing Quran verses is Kaizen too. Maybe even the most real kind. Start with one prayer on time. One verse. One honest dua. No filters. No drama. Just real.
A Non-Conclusive Conclusion
I won’t end this with “To conclude…” because life rarely offers tidy conclusions. What we have is the journey. Today you’re pumped. Tomorrow you’re drained. But Kaizen says: keep going. Slowly. Honestly.
You don’t need to be the best, the most active, the super religious one. You just need to be 1% better than yesterday. That’s enough. And if you keep doing that—it adds up.
So here’s to you, in the process. Quiet, maybe invisible—but very much alive.
And to every IPM student out there—may your tiny improvements lead not only to better programs but better hearts. Because your title in the organization? That’s temporary. But who you’re becoming? That’s the real deal.
Post a Comment for "7 Langkah Kaizen ala Islam: Panduan Perbaikan Diri untuk Pelajar Muhammadiyah"
Post a Comment